ZMedia Purwodadi

Huma Mandau: Warisan Keluarga yang Menggenggam Pasar Global

Table of Contents
Featured Image

Warisan Budaya yang Bertransformasi Menjadi Peluang Usaha

Kerajinan mandau Dayak kini kembali hidup melalui tangan-tangan terampil Arin, seorang pengrajin lokal yang membangun merek Huma Mandau. Dengan stan sederhana di Car Free Night (CFN) Huma Betang Night Palangka Raya, ia berhasil membawa warisan leluhur ini ke pasar yang lebih luas, bahkan hingga Malaysia. Ini menunjukkan bahwa budaya tidak hanya bisa dilestarikan, tetapi juga menjadi peluang bisnis yang bernilai tinggi.

Aroma Budaya di Tengah Kota

Setiap Sabtu malam di kawasan Bundaran Besar Palangka Raya, aroma kayu ukir dan semilir angin malam menciptakan suasana yang unik. Tempat ini bukan hanya ruang rekreasi warga, tetapi juga etalase budaya Dayak yang kembali hidup melalui tangan para pengrajin UMKM lokal. Di antara deretan stan CFN Huma Betang Night, berdiri kokoh nama Huma Mandau, sebuah brand kerajinan khas Dayak yang mampu menembus pasar luar negeri.

Arin, pengrajin di balik Huma Mandau, memamerkan berbagai produk khas Kalimantan yang tidak hanya indah dilihat, tetapi juga penuh makna budaya. Produk-produk seperti mandau, gelang batu alam, kalung, dan gantungan kunci ukiran kayu telawang dibuat secara mandiri dengan ketelitian dan keahlian turun-temurun.

Proses Pembuatan yang Memakan Waktu

Setiap produk Huma Mandau menggunakan bahan-bahan lokal yang telah dipilih dengan cermat. Mandau, misalnya, dibuat dari rotan, ulin, dan tanduk rusa. Sementara batu untuk gelang berasal dari Kalimantan dan digosok sendiri hingga siap pakai. Namun, tidak semua bahan mudah diperoleh. Arin menjelaskan bahwa rotan, khususnya untuk gagang mandau, menjadi tantangan tersendiri karena membutuhkan panjang minimal dua meter agar hasilnya bagus.

Proses pembuatan mandau tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Untuk jenis mini berukuran 33–37 cm, waktu pengerjaan bisa mencapai lebih dari seminggu. Sedangkan mandau ukuran besar membutuhkan waktu dua hingga tiga minggu, tergantung kerumitan motif. "Kalau menjelang acara besar biasanya kami lembur agar bisa selesai tepat waktu," ujarnya.

Harga yang Beragam dan Pemesanan Kustom

Harga produk Huma Mandau bervariasi sesuai ukuran dan model. Mandau mini dibanderol mulai dari Rp1 juta, sedangkan yang berukuran sedang bisa mencapai Rp3,5 juta. Khusus Mandau bertanduk rusa, harga bisa tembus hingga Rp6 juta. Selain itu, Huma Mandau juga menyediakan versi cinderamata dalam peti ukir dari kayu ulin, biasanya untuk pejabat atau kolektor.

Gelang-gelang lilis lamiang juga menjadi incaran para pengunjung. Harganya mulai dari Rp25 ribu hingga ratusan ribu, tergantung jenis dan model. "Gelang lilis lamiang bisa sampai Rp350 ribu. Bisa custom juga sesuai keinginan pembeli," kata Arin.

Dampak Positif dari Car Free Night

Keberadaan Car Free Night yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sangat berdampak positif terhadap penjualan Huma Mandau. "Omset naik cukup signifikan. Masyarakat tumpah ruah datang, apalagi kalau ada artis atau event besar. Sekali seminggu, tapi dampaknya luar biasa," tuturnya.

Arin mengaku telah rutin mengikuti CFN selama empat minggu berturut-turut. Ia pun mengapresiasi langkah pemerintah. "Terima kasih untuk Bapak Gubernur yang sudah menghadirkan kegiatan ini. Program ini bukan hanya hiburan, tapi media promosi yang luar biasa bagi kami pelaku UMKM," ucapnya.

Peran Media Sosial dalam Pemasaran

Selain hadir di CFN, Huma Mandau juga aktif dalam pemasaran melalui media sosial. Arin menjelaskan bahwa konten-konten tentang proses pembuatan mandau di TikTok banyak diminati. "Banyak juga yang lihat proses pembuatan Mandau dari situ," ujarnya bangga.

Warisan Keluarga yang Bertahan Empat Generasi

Huma Mandau bukan sekadar bisnis, tetapi juga warisan keluarga yang telah bertahan empat generasi. Mandau dibuat sejak zaman kakek buyut, sementara gelang-gelang batu diwariskan dari sang ibu yang kini telah lanjut usia. "Kami hanya melanjutkan tradisi. Ini bukan sekadar usaha, tapi amanah budaya," tutur Arin.

Di tengah hiruk pikuk kota, di bawah gemerlap lampu dan senyum pengunjung, Huma Mandau bukan sekadar stan kerajinan. Ia adalah saksi hidup dari semangat melestarikan budaya, dari tangan-tangan sederhana yang membentuk warisan menjadi karya berharga.

Posting Komentar