Laut Bercerita, Kisah Sejarah yang Menginspirasi Generasi Muda

Laut Bercerita: Novel yang Menghubungkan Generasi dengan Sejarah
Leila S. Chudori, penulis novel Laut Bercerita, tidak pernah membayangkan bahwa karyanya akan menjangkau pembaca dari berbagai kalangan dan usia. Diterbitkan pada 2017, novel ini awalnya dianggap sebagai bacaan untuk orang dewasa karena mengandung adegan kekerasan yang bisa memicu trauma. Ia bahkan sempat menolak undangan dari sekolah menengah pertama karena merasa buku tersebut tidak cocok untuk anak-anak usia 13 atau 15 tahun.
Namun, seiring berjalannya waktu, kisah dalam Laut Bercerita mulai menarik perhatian generasi muda. Bersama penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Leila menyadari bahwa cerita tentang penculikan aktivis 1998 ini melampaui batas usia dan menjadi bacaan yang diminati oleh milenial dan Gen Z.
Peran Media Sosial dalam Menyebarluaskan Novel
Editor Laut Bercerita, Christina Udiani, menyebutkan bahwa media sosial turut berperan dalam memperluas jangkauan buku ini, terutama sejak pandemi. Pengguna media sosial, terutama dari kalangan muda, mulai membagikan dan mendiskusikan novel ini. Hal ini terlihat saat perayaan cetakan ke-100 di Gramedia Jalma, yang dihadiri oleh banyak pemuda berusia 20-an hingga awal 30-an, meskipun mereka tidak mengalami langsung peristiwa 1998.
Salah satu pembaca muda, Nabilla Aliefiani Jayanti, 30 tahun, mengakui bahwa ia mengenal karya Leila melalui novel Pulang. “Aku sempat membaca milik teman, lalu akhirnya membeli sendiri karena penasaran,” ujarnya. Ia merasa ada keterkaitan antara Laut Bercerita dan Pulang, baik dari tema maupun suasana ceritanya.
Fiksi sebagai Jembatan untuk Memahami Sejarah
Leila, yang dikenal sebagai penggemar sejarah, lebih suka membaca fiksi daripada nonfiksi. Baginya, fiksi memberikan dimensi manusiawi dalam memahami sejarah. “Cerita-cerita seperti ini membangkitkan empatiku,” katanya. Ia percaya bahwa melalui fiksi, seseorang dapat memahami sejarah dari sudut pandang para tokoh, bukan hanya sekadar peristiwa.
Novel ini juga membuat Leila ingin tahu lebih dalam tentang hubungan antara masa lalu dan masa kini. “Aku ingin tahu apa keterkaitan antara pemerintah sekarang dengan apa yang mereka lakukan di masa lalu? Dan apa yang bisa terjadi jika kita diam saja?” tanyanya.
Pengaruh Novel pada Generasi Muda
Mega Deasy, 28 tahun, mengenal Laut Bercerita melalui unggahan TikTok. Awalnya, ia mengira novel ini adalah kisah cinta-cintaan. Namun, setelah menonton review, ia tertarik dan membeli buku tersebut. “Buku ini benar-benar membuka mata soal sejarah Indonesia yang dulu bahkan enggak pernah diajarin di sekolah,” ujarnya.
Sebelumnya, Mega hanya tahu garis besar peristiwa 1998, seperti krisis moneter atau Trisakti. Namun, setelah membaca Laut Bercerita, ia mulai tertarik untuk mengeksplorasi sejarah Indonesia lebih dalam. Ia kini mulai membaca karya-karya Leila lainnya, seperti Pulang, serta karya Pramoedya Ananta Toer, termasuk Wanita dalam Cengkeraman Militer.
Edisi Khusus Cetakan ke-100
Untuk merayakan cetakan ke-100, Laut Bercerita diterbitkan dalam edisi khusus dengan format baru. Sampulnya dirancang oleh Rain Chudori dan Aditya Putra, dengan gaya map vintage. Di dalamnya, terdapat informasi jejak Laut dan kawan-kawannya semasa masih hidup, serta cuplikan jurnal pribadi Leila selama riset. Kata pengantar dari Prof. Melani Budianta dan tiga ilustrasi tambahan karya Widiyatno juga ditambahkan.
Rangkaian Acara untuk Merayakan Cetakan ke-100
Perayaan cetakan ke-100 dilengkapi dengan berbagai acara, seperti temu media, diskusi bersama Leila S. Chudori, pembacaan nukilan oleh Adinia Wirasti dan Arswendy Bening Swara, serta konser mini dari Efek Rumah Kaca. Pada 18 Juli 2025, Yayasan Dian Sastrowardoyo, KPG, dan Plaza Indonesia juga akan menggelar pemutaran film pendek dan diskusi Laut Bercerita di Cinema XXI Plaza Indonesia.
Dengan demikian, Laut Bercerita tidak hanya menjadi karya fiksi, tetapi juga artefak jurnalistik yang mengingatkan kita akan pentingnya memahami sejarah dan menjaga ingatan kolektif.
Posting Komentar